ALKISAH disebuah kerajaan, seorang raja
memiliki kegemaran berburu. Suatu hari, ditemani sepasukan penasihat dan
pengawalnya, raja pergi berburu kehutan. Karena kurang hati-hati, jari
kelingking raja terpotong oleh pisau yang sangat tajam. Raja bersedih dan
meminta pendapat dari penasihatnya. Karena tidak tahu kagi apa yang mesti
diucapkan untuk menghibur raja, akhirnya penasihat itu berkata, “Asa Khair” Baginda semoga semuanya baik,
apapun yag terjadi patut disyukuri.” Mendengar ucapan penasehatnya itu sang
raja langsung marah besar. “kurang ajar! Kena musibah bukannya dihibur tapi
malah berkata, Asa Khair, disuruh bersyukur!”
Saking marahnya, raja langsung memenjarakan si
penasihat. Dan sang raja mengangkat penasihat yang baru. Hari terus berganti,
meski telah kehilangan jari kelingking, raja tidak juga menghentikan
kegemarannya berburu. Suatu hari sang raja bersama penasihatnya yang baru dan
rombongan, beburu kehutan yang jauh dari
istana. Tidak terduga, saat berada di
tengah hutan, raja dan penasihatnya tersesat dan terpisah dari rombongan. Tiba-tiba
mereka dihadang oleh orang-orang suku primitif. Keduanya lalu ditangkap dan
diarak untuk dijadikan korban persembahan kepada sang dewa. Sebelum dijadikan
persembahan kepada para dewa, raja dan penasihatnya dimandikan. Saat giliran
raja, barulah ketahuan kalau salah satu jari kelingkingnya cacat. Raja itupun
dianggap tidak layak untuk dijadikan persemabahan kepada para dewa. Akhirnya,
raja dibebaskan begitu sja oleh suku primitif itu. Dan si penasihat yang
dijadikan persembahan kepada para dewa.
Setelah bersusah payah, akhirnya raja berhasil
keluar dari hutan dan kembali ke istana. Raja langsung memerintahkan supaya
penasihat yang dulu dijatuhinya hukuman penjara segera dibebaskan..
“penasihat ku, aku berterima kasih kepadamu. Nasihatmu
“Asa Khair” ternyata benar. Apapun yang terjadi kita patut bersyukur. Karena jari
kelingkingku yang terpotong waktu itu, hari ini aku bisa pulang dengan selamat.”
Kemudian, raja menceritakan kisah perburuannya waktu itu secara lengkap. Setelah
mendengar cerita raja, buru-buru si penasihat berlutut sambil berkata, “terima
kasii baginda. Saya juga bersyukur baginda telah memenjarakan saya waktu itu. Karena
jika tidak, mungkin sekarang ini, sayalah yang menjadi korban dan
dipersembahkan kepada dewa suku primitif itu.”
Cerita di atas mengajarkan suatu nilai yang
sangat mendasar, yaitu “Asa Khair” apapun yang terjadi. Selalu
bersyukur. Saat kita dalam keadaan maju dan sukses, kita patut bersyukur. Saat musibah
datang pun kita tetap bersyukur. Dalam kehidupan
ini, memang tidak selalu bisa berjalan mulus seperti yang diharapkan. Kadang kita dihadapkan dengan
kenyataan hidup berupa kekhilafan, kegagalan, penipuan, fitnah, penyakit,
musibah, ataupun bencana alam. Manusia dengan segala kemajuan berfikir ,
teknologi, dan kemampuan antisipasinya, selalu berusaha mengantisipasi segala
potensi kegagalan, bahaya atau musibah. Namun kenyataannya, tidak semua aspek
bisa manusia kuasai. Ada wilayah “X” yang keberlangsungannya sama sekali diluar
kendali manusia. Inilah wilayah Tuhan Yang Maha Kuasa denagn segala misterinya.
Sebagai makhluk yang berakal budi, wajar kita
berusaha menghindarkan segala bentuk marabahaya. Tetpai jika marabahay datang
dan kita tidak lagi mampu untuk mengubahnya, maka kita harus belajar dengan
rasa syukur dan jiwa yang besar untuk menerimanya. Sungguh, perasaan bisa
bersyukur dalam keadaan apapun merupakan kekayaan jiwa. Seperti ucapan
penasihat kepada rajanya, “ASA KHAIR” semoga semuanya menjadi
baik..
J semangat sahabat..
This all the best for life..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar